SATU

Pernahkah anda dipukul orang gara-gara berjalan berdampingan bersama teman anda yang cantik? Atau karena anda pake kacamata hitam? Atau karena baju anda bagus-bermerk? Itu bisa terjadi di Cikampek. Tumbuh besar di kota itu hampir setiap hari disuapi cerita penuh kekerasan. Saat saya pindah ke Cikampek kelas 2 sd, lingkungan sudah menjanjikan premanisme. Awalnya saya merasa bahwa cara bicara orang sini lebih kasar dibandingkan dengan di tempat saya lahir. Di Kampung Baru, yang saat itu masih belum seramai sekarang, sering saya melihat judi unyeng (rolet) di pinggir jalan, perkelahian, anak-anak berlatih nyopet, debu-debu di panas kota kecil, dan becek saat hujan. Saya pun terlibat dalam budaya patriakal itu; berlatih pencak silat tiap malam di kampung Karajan. Saat kelas 4 kami pindah ke perumahan suka seuri dengan lingkungan yang (saat itu) masih tenang. Tapi tetap saja. Kami, anak-anak perumahan, sering dimusuhi oleh “anak luar”, tuan rumah kota ini. Padahal kalo di sekolah saya berteman dengan mereka sedangkan saat sepakbola antar dusun, anak-anak perumahan yang sering dianggap lemah, tak berkutik “dirubung” warga kampung. Di sekolah rasanya saya bukan anak yang tergolong nakal. Cuma dua kali kena tampar guru. Di smp lebih seru lagi. Saya di kelas I-D punya teman-teman yang heboh; Ateng dan Ervano berkelahi di kelas, lempar-lemparan, ribut, bolos, ngerujak kecubung, ada yang mengeluarkan penis ketika diajar oleh bu guru keterampilan, baca eny arrow rame-rame (yang mau baca di rumah silakan salin!), dan pengalaman pertama saya minum alkohol terjadi saat smp kelas 1, di kelas. Waktu kelas 2 dan 3 situasi bagi saya agak kalem. Paling-paling ditusuk di punggung tanpa alasan yang jelas, atau dikeluarkan guru karena tidak ngerjakan pr, atau memantulkan cahaya cermin peraut pensil ke kepala guru matematika. Di smp juga saya melihat ada anak kelas 3-K telinganya mengucurkan darah saat pulang karena ditampar guru yang suka pake batu akik di jari-jarinya. Banyak cerita lain. Saat sma tak banyak kenakalan pribadi, tapi masih saja menyaksikan banyak keributan di kota itu. Saat itu saya yang hobi nonton di plaza beraninya hanya nonton midnight karena para preman kroco sudah pada gak ada. Kalo preman dewasa kan gak akan tiba-tiba hajar tanpa alasan remeh. Olah raga pun saya memilih yang tidak masif; lari sendiri menyusuri rel kereta api. (soal lari, saya pernah mewakili sman 1 Cikampek bertanding sprint di stadion singaperbangsa karawang. Lawan-lawanya dari Sekolah Guru Olahraga (SGO) coy. Nya pasti eleh heheh). Di saat sma ini pula (mungkin karena jarang keluar rumah) saya berpikir dan merasa beruntung sempat hidup di kota ini. Beruntung mengalami banyak hal; kota yang tak terduga, yang dipayungi gelisah, yang menumbuhkan cinta.

***

DUA

Dalam dunia modern dan kapitalistik ini barangkali kekerasan (seperti yang saya gambarkan di tulisan Cikampek pertama) bukanlah semata persoalan moralitas; benar-salah. Ia bagian dari konsekuensi pola pembangunan yang materialistik dan kapitalis. Hidup Anda adalah angka-angka pertumbuhan, sensus, nilai raport, NEM, gaji, nomor rekening, nomor hp: kuantitas. Manusia disederhanakan menjadi semata makhluk pekerja, pencari uang, nomor induk pegawai, dan pengejar nilai raport. Lalu dimanakah sisa ke-Manusia-an yang lain?
Ketika negara melalui pemerintah kota tidak memberi ruang untuk kelengkapan menjadi manusia, maka kita mencari bagian diri yang hilang dengan tertatih, gugup, dan defensif. Dari situlah aneka kekerasan berkembang biak di jalan-jalan, plaza, rumah, sekolah, bahkan tempat ibadah. Kota, yang seyogyanya dibangun atas kebutuhan untuk berkumpul penghuninya (ini saya kutip dari kawan saya Setiaji Purnasatmoko), menjadi ajang berlomba melajukan pertambahan angka-angka dan status. Tak ada pengurangan. Tak ada tempat istirah. Ini seperti pementasan Le Lecon karya Ionesco yang saya sutradarai di tahun 1995. Kota, dan manusianya diajarkan mata pelajaran penambahan dan perkalian, tidak untuk pengurangan dan pembagian. Untuk hasil, hasil, dan hasil.
Saya ingat, saya sempat sekolah di SD VII, yang tergolong sekolah Induk Pengembangan Kesenian. Namun saya juga ingat budaya oleh raga (yang lebih kompetitif) lebih marak di Cikampek. Olah raga, yang dianggap lebih macho daripada puisi atau tarian lebih banyak diikuti kegiatannya oleh warga dan anak sekolah. Saya tidak tahu apakah ia juga telah melahirkan atlet nasional? (da saya mah geus eleh balap lumpat ge heheh). Barangkali jika dulu ada kelompok teater atau komunitas penulis di kota ini, Adi Kuncoro sudah jadi seniman kondang hahaha…
Kekerasan seperti yang terkenang di tulisan “Cikampek” bukanlah kekerasan yang personal. Di situ “saya” adalah juga orang-orang lain juga, anak-anak yang tak bisa diam karena menghirup asap pabrik dan bau amoniak dari peradaban yang sedang berubah dari sebuah kecamatan kecil menjadi kota industri. Kalo mengutip film Godfather,’It’s nothing personal”.
Cikampek menjadi ramai dari sebelumnya di pertengahan 70-an karena orang berdatangan mencari kerja (baca: uang) di pabrik-pabrik baru. Mereka kemudian menumbuhkan komunitas masyarakat “pendatang”, seperti saya dan keluarga, yang memiliki akar berbeda dengan teman-teman saya; Iin Hidayat, Neni suryani, Yohi, Kosasih, Edi Manuk, dan lain-lain.
Perbedaan-perbedaan kultur ini juga yang kemudian saya kira meramaikan terutama para laki-laki dengan hantam-hantaman, pelotot-pelototan, culik-culikan, ancam-ancaman. Namun di sisi lain, sebagai manusia yang homo socius, kita juga bersama-sama bolos, saling berbagi minuman di kelas, menyerbu sekolah lain bersama, ngeroyok guru, dan bareng-bareng tersinggung jika ada yang melecehkan kota Cikampek.
Jika sekarang katanya keadaan berbeda dengan seperti yang saya tulis di note sebelumnya, syukurlah. Atau barangkali kekerasannya sudah berubah bentuk?
Sobat, kabari saya.

18 Tanggapan to “cikampek”


  1. 1 Neni Suryani Januari 21, 2011 pukul 1:27 pm

    Ramdhan, baca tulisanmu serasa jd Doraemon yg bisa kembali ke masa lalu. Aku, seperti kamu tulis, adalah salah satu orang yang mulai dari kakek-nenek, Bapak-Ibu terlahir di Cikampek, tidak pernah bisa menggambarkan Cikampek dg baik.
    Harusnya kamu datang waktu reuni bulan lalu. Pasti ada kontribusi bentuk lain yg bisa alumni berikan untuk SMA kita.
    Jangan berhenti menulis ten

  2. 2 surobuldog Januari 21, 2011 pukul 5:31 pm

    Neni yang baik, sebuah kota barangkali dibangun oleh tangan-tangan yang tergesa-gesa, rusuh. Untuk meninjaunya, kita mesti berhenti sejenak dan sedikit berjarak. Namun kota tak (mau) berhenti. Maka penting bagi kita untuk terus mencatat dan mencatat sambil bergerak, bekal kita kelak menziarahinya, menatanya. Coba ajak murid-muridmu untuk menuliskan tentang diri dan lingkungannya, agar tak suram kelak “nyukcruk galur”, mengevaluasi masa kemarin, menempuh isukan. (teringat Pak Muhit dan Pak Yasri yang suka bikin gelisah heheh)

  3. 3 Yani Februari 7, 2011 pukul 5:57 am

    Thanks dhan… tulisan mu sudah membawa ku kembali ke masa lalu..
    sebetulnya aku ingin sekali mengubur dalam2 masa2 itu, tapi seperti nya tidak bisa.. karena cerita lalu sudah menjadi bagian dari cerita hidup ku…

    Cikampek.. sekarang tetap kota yang kotor dan semrawut… kehidupan yang keras terlihat dari aktifitas di jalanan, asap rokok, asap kendaraan, asap pabrik…

  4. 4 adi kuncoro Februari 7, 2011 pukul 12:15 pm

    Hehe, sudut pandang terhadap sebuah kota urban serta pengalaman blak-blakkan masa sekolah seorang seniman Yogya..

  5. 5 siswanto Agustus 12, 2011 pukul 2:06 am

    Sampai saat ini saya tidak melihat kemajuan Di cikampek saya nga tahu pemda nya yang bisu tuli atau warga nya yang tdk mau maju. Saya pendatang tahun 2000 sampai hari ini masih tinggal di perum cikampek barat berharap kemajuan disini, bertahan mesti tetangga terus berkurang.

  6. 6 surobuldog Agustus 12, 2011 pukul 4:17 pm

    Pada awalnya (sebuah) kota dibangun/terbangun karena kebutuhan bersambut dengan pemenuhan. Saling melengkapi diantara makhluk sosial. Saking pentingnya pondasi itu dalam kitab suci diceritakan bagaimana Tuhan menempatkan Musa (dan kalifah-kalifah serupa) disertai dengan janji-janji perlindungan dan kemakmuran. Ada legitimasi mistis yang menguatkan keberadaan sebuah kota yang diwariskan lewat dongeng, agama, legenda.
    Barangkali kita gagal memanfaatkan nilai-nilai itu untuk memelihara kota dan manusianya. Atau memang harus diciptakan? Mengingat Cikampek (dan kota-kota industrial lainnya) lahir dipaksakan, prematur, hanya untuk mengejar aspek-aspek materil pembangunan saja.

    • 7 vaughan November 30, 2011 pukul 5:18 pm

      wah…lagi searching2 sampe nyasar ke blog anda…”cikampek”…nama daerah yang punya kesan tersendiri buat saya…walaupun saya bukan warga cikampek…
      Saya warga sadang purwakarta…tetangga sebelah cikampek…dari jaman saya SMP udah mulai berani jalan2 aprak2an sampe sekarang…entah kenapa saya selalu merasa waswas bila berjalan di cikampek (khususnya pasar hingga stasiun)…saya sempat beberapa kali mendapat pengalaman menegangkan di cikampek…
      1. Turun di st.cikampek jam 1malam..kereta jawa…lalu saya menyusuri rel karna jarak tempuh ke pasar lebih dekat daripada lewat jalan raya…dan tiba2 saya digoda oleh beberapa waria…hiii (ngeriiii)
      2. Ketika pulang dari karawang jam 10 malam…menyambung angkot 43 jur purwakarta…di sekitar fly over saya dipalak preman kurus ceking…akhirnya 20rb terpaksa saya ikhlaskan
      3.Ketika SMA saya punya pacar anak Kp.Karajan sebut saja D…ketika saya pulang ngapel motor saya dicegat oleh sekelompok orang dan diancam kalo saya ga boleh berpacaran dengan D karna anak kampung itu ada yg suka sama dia…lalu saya cari siasat akhirnya saya bisa berkenalan dengan salah satu pemuda kampung…dan untuk mengambil hatinya setiap ngapel saya bawa 1botol mansion gepeng…dan akhirnya saya bisa aman ngapel dengan membawa nama dia sebagai jaminan keamanan…haha
      Begitulah sekelumit kenangan saya tentang cikampek…
      Cikampek sangar sangar euy

  7. 8 endang Desember 9, 2011 pukul 1:25 pm

    Seru,sedih,campur aduk baca tulisan ini.kmbali ke masa lalu &mrasakn ms kini,sy yg dr bayi mhirup udara cikampek (numpang lahir doang di solo “̮ ƗƗɐƗƗɐƗƗɐ “̮‎​​​ ),hingga skrg usia hmpr 40 th,apa yg Ramdn tulis adlh kenytaan &sdiih lg krimnls tmbh parah,prgauln ank”skolh skrg trmsuk almmtr kita sngt mgkwtrkn,slhstu’y trend”belok”pacarn dg sesma jenis pmandangn yg sdh sngt biasa,atau kbakarn”pasar yg pnuh rekaya,oh iya msh ingt dg terminl cikampek yg kmrn smpt djdkn pasar smntara,karna psr pemda,y kbkrn,skrg psr pemda sdh brdiri 2 lantai ,shga terminl bisa kmbli ketengh psr lg,tp knp stlh psr pemda slsai giliran plaza yg kbkRn ada rekayasa??entah-lah,tega,sadis yaah??dan itulah cikampek kotaku dr dulu smpai skrg pnuh kenangn,sejrh prjln’n hdupku,kelgku,keluarga besarku,cikampek pnuh warna,dan LOVE you Cikampek OoÕo°˚˚º:)oOº°˚˚°ºÕk

  8. 9 dindin Desember 10, 2011 pukul 5:45 am

    Ha…ha….ha……Cikampek…….!!? kota yang sekarang sudah berubah – sangat berubah dg jamannya waktu aku menuntut ilmu ( duka tah ilmu naon…) nu pasti berangkat dari rumah (krasak-cilamaya) jam 5.30/nyubuh….masuk jam 7…….masih kesiangan juga.jalan antara rumah dan sekolah berjarak 25 km sangat rusak sekali…..ajrug-ajrugan…..naek mobil elf,ngebut…geus kabayang……,Di sekolah SMAN 1 cikampek saya belum pernah dapet ranking…..soalnya setiap abis belajar di rumah,muruluk deui apalan pelajaran…..karena naek mobil na ajrug-ajrugan. setelah itu aku gak pernah ngapalkeun deui…..percuma muruluk wae.

    Pelajaran yg nilainya bagus hanya olahraga…..ha…ha….ha…..,klo gak 9 ya 8……bu Iin(gendut)…..pak Rustono….pak Sianipar…..master oalhragi na.

    eta heula anu tiasa di catat,masih banyak cerita lama….halah…hayang seuri,sedih,hanjakal…..

    yang pasti sekarang saya jadi warga cikampek,di Jomin Permai J 25.paling pojok…(gak tau tah…kecatet gak sama pak RT nya,) yang pasti ktp cikampek.

  9. 10 zaliavaro Desember 12, 2012 pukul 1:39 am

    Kl sekarang sepertinya makin semrawut deh, coba aja lihat di bawah Fly Over, tidak terkendali angkot-angkot dan PKLnya..Trus di pasar jg, padahal pasar udah baru y koq pd ttp msh jualan d pinggir jln?Jd sepi pasar yg di dalamnya

  10. 11 Hakimi Juni 14, 2013 pukul 8:10 am

    Hahaha, kakek sampai juga kesini …

  11. 12 Mr.Bad Guy Agustus 8, 2013 pukul 4:05 am

    BIar gimana pun juga kota cikampek ( CItra KAMpung PEnampilan Kota ) ………… tetap tanah kelahiran koe , Mas Ramses

  12. 13 Hakimi Agustus 12, 2013 pukul 7:33 am

    Untuk aman di Cikampek, paling tidak untuk wilayah kolong jembatan layang kita harus punya kata kunci, sebut saja “saya keluarga E***G, aman … hahaha … yang bintangnya sementara rahasia dulu ……

  13. 15 bhull Mei 20, 2014 pukul 7:28 am

    miris.
    gelisah.
    gundah.
    cikampek,
    hyg ngbrol lah

  14. 16 Dias Oktober 13, 2014 pukul 2:42 pm

    dear pemilik blog,

    saya berencana pindah ke bumi mutiara indah akhir tahun ini, apakah daerah itu aman, mwngingat suami saya mutasi di kawasan indotaisei dan harus pulang malam.

    terima kasih sebelumnya.

    • 17 surobuldog Oktober 14, 2014 pukul 3:49 pm

      dear mbak Dias
      sudah lama saya tidak ke cikampek. Namun yang jelas tulisan saya tidak bermaksud menakut-nakuti, ini hanya sekedar mencungkil kenangan saja 🙂
      saya yakin sangat banyak orang baik di Cikampek.

  15. 18 Suherman Haidar Desember 17, 2015 pukul 2:27 pm

    Cikampek akan rapi dan aman kl punya pemerintahan sendiri ,plres sendiri kodim sendiri pasti terkontrol


Tinggalkan Balasan ke Dias Batalkan balasan




Komentar Terbaru

surobuldog pada Wajah dan wajah
Zahrantiara pada Wajah dan wajah
Anisa husna pada TOPENG KERTAS
adi pada TOPENG KERTAS
citrasafitri pada MAE

Penanggal

April 2024
S S R K J S M
1234567
891011121314
15161718192021
22232425262728
2930