Arsip untuk April, 2011

HABIS GELAP TERBITLAH AIR MATA


Sekuntum kembang, semerbak oh wanginya, main-main dalam angin,
Menantang matahari, gemerlap cahayanya…
Jutaan perempuan anak-anak kartini bergerak di depan pabrik-pabrik, mal-mal, pasar, medan pertempuran, mesjid-gereja, tempat spa, sekolah, barak pengungsian,…
Bunyi derak roda-roda peradaban menggantikan degup jantung yang hangat.

Namaku kartini. Dan aku tidak ingin jadi kartini.
“Aku rasa tidak ada hal yang lebih menggelikan dan bodoh dari pada orang yang membiarkan dirinya dihormati hanya karena dia keturunan bangsawan”.
Aku adalah jutaan perempuan yang berdesakan masuk pabrik pagi-pagi dan membanting tulang menggerakan mesin-mesin penghasil makanan, susu, dan vitamin bagi tuan-tuan.
Saat sore tiba, aku adalah jutaan perempuan yang bergegas pulang untuk sekedar hidup. Sekedar hidup.

Namaku Kartini. Aku seorang bangsawan. Tapi tak lebih percaya diri di depanmu, stella.
Apa yang kutulis di surat kabar hanya omong kosong saja…aku tidak diizinkan menyinggung isu-isu penting…Ayah tidak suka bila anaknya menjadi buah bibir orang banyak.
Aku kartini yang membesarkan anak-anakku dengan cinta, nutrisi, dan setumpuk jadwal les.

Do re mi aku bernyanyi, fa sol mi do kupeluk erat bayangan ibu

Hari ini ayah tidak pulang lagi. Aku merindukannya. Tidak aku tidak merindukannya. Aku takut.
Namaku Kartini, gadis kecil yang diajarkan mencintai bunga-bunga, boneka, dan berdandan.
Tapi kenapa tuan paksa aku untuk dipangku dan memegang selangkangan tuan.

Bunga jatuh dari genggaman
Gadis kecil kehabisan tangis
Rahasia membusuk dalam darah
Tiada daya melepas diri
Tipu daya menjerat erat

Mohon ampun, ibu. Surga di kakimu terlalu berharga bagiku. Aku hanya ingin didengar dan dipercaya. Cukuplah bagiku.

Aku cantik maka aku perempuan, aku perempuan maka aku cantik
Aku tersiksa karna aku perempuan, aku perempuan maka akau tersiksa

Namaku Kartini. Andai saja aku dilahirkan di virginia atau roma.
Kemanapun aku pergi, tuanlah yang mengiringi. Aku kartini yang dipajang di etalase-etalase mal, kartini yang berjalan dengan tegak.
Aku kartini- yang mewarisi hasrat merdeka.
Aku kartini- yang mewarisi kesucian maria.
Aku kartini- yang menggerakan jutaan tentara menumpas angkara.
Aku kartini- yang menulis surat cinta untukmu. Hanya untukmu.

Hari itu dia mendatangi kamarku dan berkata,”kau yang begitu ringkih dan pualam, mendekatlah padaku”.
Dengus nafas memburu nafsu. Jantung membeku dalam takut.
Aku ingat shalat berjamaah pertamaku. Di mesjid kampong, di deretan belakang.

Seorang perempuan adalah pelengkap bagi laki-laki. Penyejuk saat panas dunia mendera kepala, pelepas dahaga saat kita haus di padang tandus, pengantar tidur ketika tubuh letih berbaring.
Para dewa telah mengutusmu menjadi pendampingku, sayang. Penjaga bathinku, tulang rusuk yang hilang telah kembali.
Telah jadi takdir bahwa laki-laki berkuasa dan perempuan adalah bunga yang senantiasa harus dijaga.

Suara lonceng gereja terdengar sayup mengiris angin. Sayup-sayup.

Jika seorang istri menolak melayani suaminya di suatu malam, maka tak akan datang malaikat ke rumah itu. Jadi jika engkau tak bisa melayaniku, wahai istriku, harus ada solusi bagi persoalanku.

Jika seorang istri
menolak melayani suaminya di suatu malam,
maka tak akan dating
malaikat ke rumah itu.
Jadi jika engkau
tak bisa melayaniku,
wahai istriku,
harus ada solusi bagi persoalanku.

Namaku Kartini, gadis kecil yang diajarkan mencintai bunga-bunga, boneka, dan berdandan.
Tapi kenapa tuan paksa aku untuk dipangku dan memegang selangkangan tuan.
Aku kartini yang mewarisi- hasrat merdeka.
Aku kartini yang mewarisi- kesucian maria.

Diciptakan alam pria dan wanita, dua makhluk dalam asuhan dewata, ditakdirkan bahwa pria berkuasa, adapun wanita lemah lembut manja..

Saat langkah sampai di tebing berbatu
Tak ada lagi yang kau tuju
Pada ibu kau mengadu
Ketika hati letih dan sepi
Sayap luka dan perih
Ibu tempatmu kembali
Ibu saat ada dan tak ada
Tetaplah mata air
Asal doa terpancar dan
Mengaliri nadimu
Matahari bagi bumi suburmu
Saat kenangan adalah pisau yang menikam
Saat cinta terkoyak dusta
Ibu tempat berbagi cerita
Sayap luka dan perih: ibu tempatmu kembali

Namaku Kartini. Dan kau anakku, akan mewarisi kecantikan dan kepasrahanku sebagai seorang perempuan di depan dunia. Ikhlaskanlah dirimu agar jiwa tenang. Harga diri sebagai perempuan itu penting. Jangan kemerdekaan dan cita-citamu hancur karna mimpi-mimpi dan kebimbangan.
Kubur selendangmu,
bakar bonekamu.
Biarkan puisimu ditelan lautan.

Wajah itu mendekat lagi menyusuri wajahku
Tangan iblis yang merayap laknat
Aku ingat doa pertama yang diajarkan ibu

Maka bunuhlah laki-laki yang menyiksamu. Nyatakan ini sebagai sikap bahwa kamu tidak ingin dibunuh. Ayo lawanlah suami atau pacarmu, bahkan abang dan ayahmu. Jangan menyerah. Dan jika kau lelah, biarkan aku memelukmu

Seharian aku bekerja bagi kalian. Aku adalah jutaan laki-laki yang berdesakan masuk pabrik pagi-pagi dan membanting tulang menggerakan mesin-mesin penghasil makanan, susu, dan vitamin bagi keluarga.
Saat sore tiba, aku adalah jutaan impian yang bergegas pulang untuk sekedar hidup.
Hidangkanlah teh hangat untukku. Siapkanlah air panas untuk aku berendam dalam cintamu. Mari.

Gemuruh nurani sehening gumpalan salju
Rahasia membusuk dalam darah
Jeritan teggelam dalam alunan puji-pujian

Hari ini ayah tidak pulang lagi. Aku merindukannya. Tidak aku tidak merindukannya. Aku takut.
Namaku Kartini, gadis kecil yang diajarkan mencintai bunga-bunga, boneka, dan berdandan.
Kukirimkan surat-surat ini padamu
di masa silam dan masa depan.
Hari ini surga berpaling dariku
dan aku tak ingat jalan pulang.

***


Komentar Terbaru

surobuldog pada Wajah dan wajah
Zahrantiara pada Wajah dan wajah
Anisa husna pada TOPENG KERTAS
adi pada TOPENG KERTAS
citrasafitri pada MAE

Penanggal

April 2011
S S R K J S M
 123
45678910
11121314151617
18192021222324
252627282930